INDONESIA SUBUR MAKMUR GEMAH RIPAH LOH JINAWI AYEM TEMTREM KARTA RAHARJO>

Selasa, 04 Oktober 2011

HUT KE-66 TNI POLITIK UNTUK KEPENTINGAN BANGSA NEGARA



@ Reformasi Internal Makin Membaik


Laksamana TNI Agus Suhartono, Panglima TNI Rabu, 5 Oktober 2011Dalam rangka hari TNI KE-66 Jasa dan kepahlawanan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak lepas dari rakyat karena TNI berasal dari rakyat

bagian dari urat sejarah Indonesia. Sebagaimana pesan Panglima Besar Jenderal Sudirman, politik TNI adalah politik negara, alias mengabdi untuk kepentingan negara. Inilah yang mendorong TNI terus bekerja keras menyukseskan reformasi internalnya sehingga kini dinilai makin membaik.
Demikian dikemukakan pengamat politik Netral Institute Djoko Waluyo, Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairuman Harahap, pengamat militer dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Kusnanto Anggoro, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pertahanan (Kemhan) Laksamana Madya Gunadi MDA, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego, dan Sekjen DPP PKS yang juga Wakil Ketua DPR Anis Matta, di Jakarta, kemarin.

Menurut Djoko, sejarah panjang politik tentara yang penuh liku-liku ini nyaris seutuhnya termanifestasi dalam figur jenderal berbintang lima, yakni Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Namun yang pasti, perjuangan Sudirman untuk membangun tentara Indonesia berorientasi pada pengabdian negara. Seperti pernyataan yang pernah diucapkan Panglima Besar Sudirman, "Tentara tidak berpolitik, tidak memihak kepada golongan, atau partai politik tertentu. Politik negara adalah politik tentara."
Kalimat itu, menurut dia, diucapkan Panglima Besar Jenderal Sudirman, pahlawan nasional yang riwayatnya ditulis dengan tinta emas dalam sejarah Indonesia.
Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono sendiri menilai ucapan Panglima Besar Sudirman sebagai doktrin TNI tidak berpolitik praktis.
TNI berkomitmen menjunjung netralitas, meski diikuti arus modernisasi. "Dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan program, TNI selalu meningkatkan kesadaran untuk selalu memegang teguh netralitas dan tidak berpolitik praktis," ujarnya.
Panglima TNI menjanjikan TNI sebagai komponen utama pertahanan negara yang makin tangguh untuk menghadapi berbagai ancaman, baik dari dalam maupun luar. TNI yang tangguh memiliki jati diri sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, dan profesional.
"TNI sebagai tentara profesional adalah tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya," kata Panglima TNI.
Bagi TNI sendiri, keterpaduan dan peningkatan profesionalisme bersama rakyat adalah kunci kekuatan tentara dalam menyelesaikan tugas yang diamanatkan negara.
Kemanunggalan rakyat dan TNI diyakini menjadi daya tangkal yang mahadahsyat untuk menegakkan kedaulatan dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sementara itu, Irjen Kemenhan Laksamana Madya Gunadi mengatakan, terkait semangat reformasi internal, Kemenhan dan TNI terus berupaya mencegah penyimpangan penggunaan anggaran dengan menerapkan fungsi kontrol dan pengawasan.
"Ini dimulai sejak proses perencanaan sampai pelaksanaan dan hasil, serta pertanggungjawaban anggaran sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku," ujarnya.
Strategi Kemenhan mencegah dan memberantas korupsi makin dioptimalkan. Karena itu, di bawah komando Menhan Purnomo Yusgiantoro, Kemenhan membentuk Tim Konsultasi Pencegahan Penyimpangan Pengadaan Barang dan Jasa (KP3B).
"Pengawasan adalah salah satu prasyarat menuju good corporate governance (GCG)," ujar Gunadi, yang juga dipercaya memimpin KP3B.
Selain itu, untuk menekan praktik mark up, menurut dia, Kemenhan juga membenahi pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dengan membentuk Dealing Center Management (DCM). 
"Ini adalah tim bersama dalam kementerian yang membahas dan memutuskan pengadaan alutsista," katanya.

Gunadi menyebutkan, KP3B beranggotakan Inspektorat Jenderal di Kemenhan, Mabes TNI, TNI AD, TNI AL, TNI AU, LKPP, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan memiliki koneksi langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Untuk mengefektifkan kinerja lembaga pengawas tersebut, Kemenhan dan TNI serta KPK menuangkannya dalam naskah deklarasi antikorupsi yang di-teken bersama.
Dengan demikian diharapkan tidak ada lagi kongkalikong dalam pengadaan barang dan jasa di TNI. "Ini juga untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan tata kelola penyelenggaraan negara yang baik (good corporate governance)," ujarnya.
Djoko Waluyo menambahkan, merefleksi pasca-reformasi maupun menjelang Pemilu 2009, pemulihan hak politik TNI pernah menjadi perdebatan serius dalam perpolitikan di Tanah Air. Sebagian besar elite politik sipil masih belum percaya diri untuk berkompetisi secara sehat dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Menariknya, tutur dia, pro dan kontra pemberian kembali hak politik TNI pada 2009 sejatinya hanya mempertegas bahwa military-phobia masih menjadi satu ketakutan politik yang tidak mendasar.
Chairuman Harahap tak merisaukan jika TNI menggunakan hak politik. Sesuai perkembangan zaman, hak tugas dan fungsi TNI sudah bisa dipahami TNI sendiri, sehingga memungkinkan untuk diberikan hak politiknya asalkan tidak mengganggu soliditas dan tetap objektif. "Saya nilai kondisi TNI sudah yang terbaik," katanya.
Anis Matta menyatakan, kekhawatiran yang selama ini muncul jika TNI berpolitik sudah berakhir. Dia mengatakan, dwi fungsi TNI sudah hilang sejak era reformasi. "Saya kira situasinya sudah normal, dan sudah waktunya TNI punya hak pilih," ujarnya.
Kusnanto Anggoro menyebutkan, kemanunggalan TNI bersama rakyat merupakan penegasan TNI tak ikut terlibat dalam politik praktis. Karena itu, kalangan politisi ataupun partai politik tak perlu memaksakan kehendak menggunakan tentara untuk berpolitik. (Feber S/Yudhiarma) 
 
Sumber : Suara karya 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar