INDONESIA SUBUR MAKMUR GEMAH RIPAH LOH JINAWI AYEM TEMTREM KARTA RAHARJO>

Senin, 11 Juli 2011

Hari Koperasi Indonesia Ke- 64 Bersama Memberdayakan Koperasi

Gerakan (kampanye) melawan kemiskinan, tampaknya memang tengah menjadi gejala atau trend global dewasa ini. Di sini yang dibutuhkan adalah solidaritas kolektif untuk mengalahkan kemiskinan akut dan sistemik. Dalam konteks ini, gerakan koperasi, setidaknya menjadi salah satu pemegang peran utama, yang mampu memberikan ruang ekonomi dan sosial bagi orang miskin untuk berpartisipasi dalam proses pengangkatan harkat dan martabat ekonomi sosial mereka. Mereka bisa bergabung bersama dalam satu wadah yang dikenal dengan istilah koperasi.

Persoalan kemiskinan ini menjadi menarik, karena seiring dengan gerakan global melawan kemiskinan yang kini melanda secara merata di banyak negara. Maklum, angka kemiskinan di tingkat dunia sudah sangat mengkhawatirkan. Di Indonesia saja, wajah kemiskinan muncul dalam banyak bentuk, mulai dari busung lapar, pekerja anak-anak, pengemis jalanan, kriminalitas, pengangguran, hingga seabrek gejala sosial tidak sehat lainnya. Bahkan, kemiskinan yang lebih dalam lagi, yakni kemiskinan jiwa bisa saja lama-kelamaan terbentuk sebagai efek langsung dari kemiskinan secara fisik.
Akses kepada pembiayaan dan jasa keuangan, merupakan kunci utama mengurangi kemiskinan. Kredit mikro atau bentuk layanan micro-finance lainnya, setidaknya merupakan jawaban bagi orang miskin dan kemompok marjinal. Akses ini akan mampu merubah kehidupan sehari-hari, meningkatkan standar kehidupan serta merevitalisasi sebuah komunitas. Koperasi, pada hakikatnya merupakan bentuk perusahaan keuangan mikro (micro-finance), khususnya koperasi simpan pinjam, koperasi asuransi (memberikan jaminan keamanan masa depan) serta bank ko-perasi.
Koperasi simpan pinjam (kospin) yang dirintis pertama kali oleh pemimpin lokal Freidrich Raiffeisen dan Hermann Schulze Delitzsch pada abad 19 di Belanda, setidaknya mampu mengurangi kemiskinan dan utang di antara petani kecil dan pengrajin yang menjadi anggotanya. Belajar dari keberhasilan ini, keberadaan kospin menyeruak di mana-mana, di setiap negara. Luar biasanya, mereka mampu beradaptasi dengan lingkungan dan kondisi sosial masyarakat setempat. Kendati ada yang beroperasi secara nakal, layaknya bank gelap, namun keberadaannya bisa dihitung dengan jari.
Beberapa bank koperasi, juga tumbuh pesat di beberapa negara. Di Indonesia, bank yang peduli kepada UKM dan koperasi belum begitu banyak, kalau pun ada, masih bisa dihitung dengan jari. Sementara itu, bank yang mengkhususkan diri untuk membiayai koperasi dan UKM, hampir-hampir tidak ada. Padahal, di beberapa negara industri maju, keberadaan bank koperasi sangat powerful dan mampu mendekatkan diri pada customer-nya. Mereka mampu memberikan suku bunga yang kompetitif, sehingga tidak mencekik para pelanggannya yang notabene adalah orang-orang miskin.
Di Indonesia sendiri, kredit mikro untuk koperasi dan UKM sebenarnya sudah cukup banyak dikucurkan sejak beberapa tahun lalu. Kredit program ini di antaranya kredit KUT (untuk petani), KKOP (untuk koperasi/KUD), KPRS (masyarakat berpenghasilan rendah), KKPA (untuk anggota koperasi primer), KPKM (untuk pengusaha kecil mikro) serta sederetan kredit mikro lainnya. Kredit-kredit di atas sebagian besar merupakan kredit bersubsidi, yakni kredit yang disediakan pemerintah dalam membiayai program di sektor ekonomi dengan bunga yang rendah serta persyaratan yang ringan.
Kredit program ini berbunga cukup murah, karena dananya berasal dari kredit likuiditas bank Indonesia (KLBI), memiliki persyaratan yang sangat ringan dengan sasaran golongan ekonomi lemah, termasuk koperasi primer, usaha kecil, kelompok tani atau kelompok usaha mikro lainnya. Jangka waktu kredit biasanya relatif sangat singkat, hanya 1 tahun. Sementara itu, jaminan kredit pada umumnya adalah produk dari usaha yang dibiayai oleh kredit tersebut. Sayangnya, kredit program semacam ini sudah tidak ada lagi, akibat keterbatasan dana pemerintah. Kalaupun ada kisah, yang muncul adalah cerita sedih tentang tingkat kemacetan yang sangat tinggi.
Padahal, usaha micro-finance (termasuk koperasi di dalamnya) apabila dikelola dengan sistem koperasi, memungkinkan kalangan miskin dapat mengumpulkan sumber daya mereka dan mereka dapat mempergunakan secara bersama, untuk kepentingan bersama. Atau bisa pula dananya dipergunakan untuk investasi produktif lain atau penciptaan pekerjaan dengan masa depan yang berkesinambungan. Kontrol sosial dan manajemen gaya demokratis, yang ada pada orang-orangnya, akan membuat tabungan yang mereka kumpulkan cukup aman, dan juga terjaminnnya pembayaran kredit kembali.
Dengan demikian, koperasi akan memberikan solusi finansial yang dibutuhkan para anggotanya, yang memungkinkan mereka bekerja sama meningkatkan standar hidup mereka, baik di negara miskin maupun negara maju. Akhirnya, koperasi dan organisasi pendukungnya, memang memiliki kemampuan khusus untuk memberantas kemiskinan melalui penciptaan kesempatan ekonomis, memberikan dasar perlindungan dan keamanan, dan memberdayakan orang-orang dan komunitasnya pada level lokal. Dirgahayu ke-64 koperasi Indonesia .


Oleh SusidartoOleh Susidarto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar