INDONESIA SUBUR MAKMUR GEMAH RIPAH LOH JINAWI AYEM TEMTREM KARTA RAHARJO>

Jumat, 22 Juli 2011

KEBUTUHAN POKOK NAIK SPEKULAN BERAKSI, PEMERINTAH LAMBAN

KEBUTUHAN POKOK
Spekulan Beraksi, Pemerintah Lamban


Sri Adiningsih, Ekonom UGM. Jumat, 22 Juli 2011

JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah harus segera melakukan intervensi mengingat kenaikan harga bahan pangan pokok terus meroket hingga menjelang Ramadhan dan Lebaran.
Pemerintah juga harus melakukan pembenahan yang signifikan, karena masalah yang terus berulang dalam 7 tahun terakhir dan hanya menyusahkan masyarakat ini tidak pernah diantisipasi. Apalagi kenaikan harga bahan pangan pokok masyarakat bisa mencapai lebih dari 50 persen.
Ekonom UGM Sri Adiningsih mengatakan, harga bahan pangan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat di pasaran terus meroket. Pemerintah harus mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah ini agar kebijakan liberalisasi yang berujung pada mekanisme pasar dalam perdagangan bahan pangan pokok tidak makin menyengsarakan masyarakat.
Menurut dia, kenaikan harga sembako dan komoditas pertanian lainnya dipicu oleh banyak faktor. Selain kenaikan harga pangan di dunia, kondisi psikologis akan adanya lonjakan permintaan terkait hari besar keagamaan benar-benar dimanfaatkan pedagang dan distributor untuk menaikkan harga.
"Anehnya, masalah seperti ini selalu terjadi setiap tahun, tanpa adanya pembenahan signifikan oleh pemerintah. Untuk itu, intervensi dalam bentuk apa pun dari pemerintah diperlukan untuk meredamnya," katanya kepada Suara Karya di Jakarta, Kamis (21/7).
Intervensi pemerintah, menurutnya, bertujuan untuk menahan laju kenaikan harga pangan pokok masyarakat yang makin menggila akibat penerapan sistem perdagangan bebas. Terutama untuk beberapa komoditas strategis yang harganya masih bisa diatur oleh pemerintah, seperti beras, gula, minyak goreng, telur dan daging ayam, serta daging sapi. Ini karena sebagian besar memang diproduksi di dalam negeri.
"Namun ironisnya, untuk masalah kenaikan harga pangan yang jelas menjadi kebutuhan masyarakat, pemerintah selalu lamban. Permasalahan ini hanya dijawab dengan pernyataan wajar oleh pemerintah. Jadi jika naik 5-10 persen, pemerintah masih menganggapnya wajar dan belum merasa perlu disikapi. Padahal untuk masyarakat miskin, kenaikan 10 persen itu sudah sangat memberatkan," tuturnya.
Kenaikan harga sembako yang terus terjadi dan diperkirakan bertahan hingga menjelang Lebaran ini, sudah menyusahkan masyarakat miskin. Adiningsih menambahkan, masyarakat miskin harus mengurangi jatah makan untuk tetap bisa melanjutkan hidup. Jadi ini bukan masalah persentase kenaikan harga, namun persoalan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Masalah ini yang harus jadi perhatian pemerintah.
"Pemerintah perlu melakukan tindakan segera agar dampaknya tidak makin besar. Kenaikan harga yang tidak terkendali ini akan terus dimainkan oleh para spekulan. Ini harus diperhatikan pemerintah. Pengamanan jalur distribusi dan wewenang lebih untuk Perum Bulog diperlukan untuk memastikan ketersediaan pasokan barang. Pemerintah jangan sampai menunggu masyarakat menjerit," ucapnya.
Meski demikian, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu justru menyatakan, harga bahan kebutuhan pokok masyarakat masih relatif stabil menjelang Ramadhan ini.
"Stabil ya, tapi saya tidak bisa prediksi harga. Saya tidak melihat ada peningkatan yang signifikan," katanya.
Menurut dia, pemerintah akan terus memastikan stok bahan pangan mencukupi di seluruh Indonesia. Ini merupakan salah satu cara untuk menjaga stabilitas harga. Namun, pemerintah juga bisa memahami jika ada kesulitan untuk menjaga stok bahan pokok yang tidak tahan lama, seperti cabai dan daging. Untuk itu, pemerintah meminta semua pihak saling bekerja sama menjaga stabilitas produksi.
"Pemerintah juga terus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dan para pedagang. Kemudian, pemerintah juga akan memastikan aspek transportasi bahan pokok agar tidak mengalami gangguan. Sudah ada tim, posko, dan sebagainya yang dibentuk," katanya usai sidang kabinet yang membahas persiapan Ramadhan dan Lebaran di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.
Konsumsi Nasi Aking

Di tempat terpisah, meroketnya harga beras menjelang Ramadhan dan Lebaran menyebabkan sejumlah keluarga di pesisir pantai utara Brebes, Jawa Tengah, beralih mengonsumsi ubi dan nasi aking. Ini dilakukan untuk sekadar bertahan hidup. Pasalnya, warga yang sehari-hari berprofesi sebagai nelayan tradisional ini tidak mampu membeli beras yang harganya menembus Rp 8.000 per kg.
Dari pantauan Suara Karya di sejumlah desa, warga yang mengonsumsi ubi dan nasi aking sebagai pengganti beras rata-rata bermata pencaharian nelayan dan buruh tani yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kondisi laut dengan gelombang tinggi menyebabkan mereka tidak bisa mencari ikan dan tak mendapatkan penghasilan.
"Sekarang paila (paceklik) terus. Suami sudah lama tidak melaut karena gelombang besar. Untuk makan terpaksa pinjam di warung. Bahkan, utang saya sudah Rp 1,5 juta. Agar hemat, saya dan keluarga terpaksa makan ubi dan nasi aking," tutur Sarpiah (45), warga Dukuh Pulolampes, Desa Pulogading, Kecamatan Bulakamba.
Ibu tujuh anak dan enam cucu ini mengatakan, ubi dikonsumsi untuk menggantikan makan siang, sedangkan pagi hari keluarganya makan nasi aking. Harga ubi Rp 2.000 per kg dan nasi aking Rp 2.500 per kg.
"Setiap hari, saya masak ubi 2-3 kg dan nasi aking 4 kg. Ubi hanya saya rebus biasa. Yang penting anak-anak tidak kelaparan. Sedangkan untuk nasi aking, saya tanak seperti beras biasanya," ucapnya.
Sementara itu, Suarno (31), salah satu nelayan tradisional di Desa Prapag Lor, menuturkan, saat ini, nelayan tengah mengalami paceklik, karena itu hasil tangkapan yang mereka peroleh tidak memadai.
"Saat ini hasil tangkapan ikan dan rajungan sangat sedikit, bahkan sering tidak cukup untuk menutup biaya perbekalan," ujarnya.
Sedangkan Kosim (40), warga Desa Prapag Kidul, Kecamatan Losari, Brebes, menuturkan, hasil tangkapan ikan yang diperoleh sangat tidak memadai. Modal Rp 30.000, dapat ikan cuma Rp 40.000. Bahkan, kadang pendapatan itu tidak cukup untuk menutup biaya perbekalan.
Dari Solo juga dilaporkan, harga beberapa bahan pokok sudah mengalami kenaikan. Daging ayam di sejumlah pasar tradisional di Kota Solo naik hingga Rp 30.000 per kg dari beberapa hari sebelumnya yang hanya sekitar Rp 20.000 per kg-Rp 25.000 per kg.
Di lain pihak, Pemprov DKI Jakarta menjamin ketersediaan daging sapi, kambing, ayam, dan ikan dengan harga yang terjangkau masyarakat selama Ramadhan dan Lebaran. (Bayu/M Syukri K/Endang K/Yon P)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar