INDONESIA SUBUR MAKMUR GEMAH RIPAH LOH JINAWI AYEM TEMTREM KARTA RAHARJO>

Rabu, 08 Juni 2011

NKRI, NII dan Arah Terorisme


Khamami Zada
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Selasa, 7 Juni 2011 Suara karya
Denyut nadi aksi terorisme belakangan ini kian menguat. Sasarannya pun tampaknya sudah mengarah ke aparatur negara, yakni kepolisian, yang memang gencar melawan aksi-aksi terorisme di Tanah Air. Ini tentu sangat memprihatinkan karena selain meresahkan, bukan tidak mungkin, juga dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan berbangsa. Apalagi, ada sinyalemen aksi terorisme telah dikaitkan dengan NII, yang bisa ditafsirkan dapat menjadi ancaman keutuhan NKRI.
Terorisme di Indonesia bisa makin tumbuh subur dalam berbagai orientasinya yang berubah-ubah. Terorisme telah menjadi benang kusut yang melibatkan pelaku terorisme dan aparat kepolisian. Bak sandiwara, pelaku terorisme akan selalu memainkan aksinya meski berkali-kali diburu, ditangkap, dipenjara, hingga dieksekusi mati. Sebab, para pelaku terorisme baru akan muncul menggantikan pemeran sebelumnya. Meski pemerintah juga telah banyak melakukan pencegahan dan penanggulangan, tetapi terorisme masih saja sulit dibendung. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa aksi terorisme di Indonesia memiliki akar genealogisnya yang begitu panjang.
Jaringan terorisme di Indonesia sering kali dihubung-hubungkan dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII). NII seakan-akan menjadi tudingan awal dari setiap kali aksi terorisme di Indonesia. Seperti yang telah menjadi opini publik, NII merupakan gerakan bawah tanah yang berusaha memperjuangan negara Islam di Indonesia. Tak mengherankan jika dalam sejarahnya, gerakan NII selalu berhadapan dengan pemerintah yang berkuasa.
Gerakan NII sebenarnya berawal dari DI/TII yang didirikan SM Kartosuwiryo. Namun, lambat laun, gerakan DI/TII menjelma menjadi kekuatan-kekuatan pergerakan yang terpecah-pecah dalam banyak faksi, yakni faksi Fillah dan Fi Sabilillah. Keterpecahan DI inilah yang mengakibatkan keragaman gerakan: dari yang bertindak radikal hingga terorisme.
Gerakan terorisme pasca-Bom Bali yang menyeret Imam Samudra dkk ke eksekuti mati, hingga bom Cirebon baru-baru ini, menunjukkan berubah-ubahnya orientasi gerakan terorisme di Indonesia. Jika dulu yang menjadi target serangan adalah orang asing dan fasilitas asing, khususnya Amerika Serikat (AS), kini target serangan sudah mengarah kepada aparatur negara, yakni aparat kepolisian, yang sekarang ini sibuk menangkap para teroris.
Pemerintah menjadi target penting para teroris setelah isu-isu anti-Amerika tidak lagi populer di kalangan masyarakat Muslim dan teman seperjuangan mereka ditangkap dan diadili. Ini adalah salah satu bentuk balas dendam terhadap sikap pemerintah.
Perubahan orientasi gerakan terorisme yang selalu dikait-kaitkan dengan Jamaah Islamiyah/NII ini tidak menjadikan orientasi gerakan mereka dalam satu format, tetapi banyak faksi yang berkelindan di dalamnya. Bahkan, tewasnya Osama bin Laden diprediksi mengubah orientasi gerakan terorisme di Indoensia, terutama jika opini publik simpati terhadap Osama dan melawan kebijakan Amerika. Bisa jadi, serangan terhadap fasilitas asing (AS) akan kembali menjadi orientasi utamanya.
Heboh pemberitaan NII dan tewasnya Osama tidak akan mengarahkan orientasi gerakan terorisme di Indonesia pada satu wajah. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar