Selasa, 07 Juni 2011
Distribusi BBM Bersubsidi Harus Dievaluasi
JAKARTA (Suara Karya): Komisi VII DPR meminta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk menyelidiki dan mengevaluasi pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh PT AKR Corporindo Tbk. Ini menyusul adanya indikasi penyelewengan distribusi BBM bersubsidi yang dilakukan oleh badan usaha swasta ini. Hal tersebut terungkap dalam kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VII bersama BPH Migas yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VII Zainuddin Amali di Jakarta, Senin (6/6). "BPH migas agar melakukan evaluasi secara komprehensif terkait dengan penugasan pendistribusian BBM Bersubsi kepada pihak swasta, khususnya kepada AKR, yang akan berakhir pada 31 Desember 2011. Selanjutnya tidak perlu adanya perpanjangan kontrak untuk AKR," katanya saat membacakan salah satu kesimpulan RDP tersebut. Menanggapi hal ini, Kepala BPH Migas Tubagus Haryono mengatakan, Komisi VII DPR meminta supaya pihaknya melakukan verifikasi secara khusus akan pernyataan atas hal tersebut. Sebab, selain menjual BBM, AKR juga memiliki industri. Karena tahun ini AKR juga memiliki tugas untuk mendistribusikan BBM bersubsidi, dikhawatirkan adanya konflik kepentingan yang memungkinkan adanya pengalihan BBM bersubsidi ke sektor industri yang dimiliki perusahaan ini. "Komisi VII DPR menduga terjadi konflik kepentingan, karena adanya industri di situ. Jadi, dikhawatirkan mereka (AKR--Red) menjual BBM bersubsidi ke industri milik mereka," kata Tubagus. Seperti diketahui, AKR merupakan salah satu dari tiga badan suaha yang ditugasi untuk mendistribusikan BBM bersubsidi tahun ini. Emiten berkode AKRA itu ditugasi mendistribusikan BBM bersama PT Pertamina (Persero) dan Petronas. Pada tahun ini, tercatat AKR ditugasi untuk mendistribusikan BBM PSO ke Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan dengan total kuota sebanyak 103.220 kiloliter (kl). Pada kesempatan yang sama, Tubagus juga mengatakan, saat ini alokasi BBM bersubsidi jenis premium di DKI Jakarta telah melebihi kuota, yakni sebanyak 1.758.174 kl alokasi periode Januari-April 2011 sudah habis. Menurut dia, perbedaan harga (disparitas) antara pertamax dan premium bersubsidi membuat konsumen yang sebelumnya menggunakan pertamax beralih ke premium. "Selain itu, pertumbuhan populasi kendaraan serta tingkat kemacetan mengakibatkan kuota premium di Jakarta hingga April 2011 sudah melebihi kuota yang ditetapkan," ujarnya. Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menolak pemberian tambahan kuota BBM bersubsidi 2011. Untuk itu, dia berharap, kuota BBM bersubsidi sebesar 38,6 juta kl dijaga sehingga tidak membebani anggaran subsidi energi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2011. "Tahun lalu, realisasi (penggunaan BBM bersubsidi) melewati sampai ke 42 juta kiloliter. Sekarang kami memberi pesan bahwa 38,6 juta kiloliter itu harus dijaga," ujarnya. Dia juga menegaskan, pengaturan penggunaan BBM bersubsidi harus dilakukan sesegera mungkin dan tidak boleh sampai tertunda lagi. Apalagi, pengaturan tersebut seharusnya telah dilakukan pada Oktober 2010 ketika penggunaan BBM bersubsidi diprediksi akan meningkat pesat. "Oktober tahun lalu belum bisa dilaksanakan, terus pada awal tahun belum bisa dilaksanakan, akhirnya perlu ada pembangunan infrastruktur, karena, misalnya kalau di Jakarta, tidak semua tersedia tangki untuk pertamax dan lain-lain, sehingga ditunda, sampai dengan April lalu pun masih tertunda lagi," ucapnya. Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menambahkan, kalau tidak ada kebijakan yang jelas mengenai pengaturan BBM bersubsidi, maka akan ada penambahan kuota dalam APBN perubahan. "Ya, pasti ada penambahan seperti tahun lalu, belum tahu berapa. Yang pasti volume BBM subsidi bisa bertambah," ujarnya. Sementara itu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, saat ini belum ada keputusan terkait pengaturan BBM bersubsidi. Fokus utama pemerintah yakni terus melakukan sosialisasi untuk mengingatkan bahwa BBM bersubsidi digunakan untuk masyarakat yang membutuhkan. Saat ini, lanjut dia, pemerintah hanya dapat menjaga kuota yang sudah ditetapkan agar tidak meleset terlalu jauh. Adapun cara yang ditempuh oleh pemerintah yaitu dengan sosialisasi. "Kuncinya adalah bagaimana menjaga kuota yang sudah ditetapkan, jangan meleset terlalu jauh. Karena itu, perlu sosialisasi ESDM tentang bagaimana mengingatkan masyarakat yang menggunakan pertamax supaya tidak pindah," ujar dia. (A Choir) sumber : suarakarya-online
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar