Bibit Samad Rianto, Wakil Ketua KPK. Jumat, 1 Juli 2011
JAKARTA (Suara Karya): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, sebagai tersangka kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI, di Jakabaring, Palembang, yang juga dikenal dengan kasus suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Mantan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang hengkang ke Demokrat tersebut dijerat dengan dua pasal pada Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengumuman status tersangka dilakukan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto di Jakarta kemarin. Bibit membantah penetapan status tersangka terhadap Nazaruddin tanpa dasar hukum--meski yang bersangkutan saat ini sedang berada di luar negeri. "Disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 2 dan atau Pasal 12 huruf a dan b, Pasal 11 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Bibit saat melakukan konferensi pers. Bibit menyatakan, Nazaruddin ditetapkan resmi sebagai tersangka sejak Kamis (30/6). Meski begitu, Bibit menolak mengungkap peran Nazaruddin dalam kasus yang disangkakan kepadanya. "Kami tidak mengungkap itu dulu. Hasil penyidikan tidak kami ungkapkan dulu ke media," kata Bibit. Pengumuman status tersangka terhadap Nazaruddin dilakukan Bibit beberapa jam setelah Ketua KPK Busyro Muqoddas mengungkapkannya pada sebuah acara di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Busyro menegaskan, peningkatan status tersangka terhadap Nazaruddin akan ada tindak lanjutnya. Meskipun Busyro mengakui mengalami kesulitan memulangkan Nazaruddin ke Indonesia, hal itu bisa dilakukan dengan peran serta pemerintah. "Bagus sekali kalau presiden bisa menggunakan mekanisme G to G (government to government) dengan negara yang diduga sebagai tempat Pak Nazar bersembunyi," kata Busyro. Cara mengumumkan tersangka seperti itu tidak biasa dilakukan KPK selama ini. Biasanya, komisi itu selalu mendelegasikan pengumuman status tersangka seseorang ke publik melalui juru bicaranya, Johan Budi Sapto Prawiro atau pelaksana tugasnya, Priharsa, di kantor KPK. Namun, keduanya dikabarkan sedang cuti. Johan sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi calon pimpinan KPK periode mendatang. Penyidik KPK kemarin kembali melanjutkan penyidikan kasus suap tersebut. Mereka meminta keterangan kepada sejumlah orang yang terdiri dari Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sekda Pemprov Sumsel), Yusri Effendi; Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora Sumsel), Musni Wijaya, serta dua orang pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumsel, yaitu Octariano dan Heri Amalindo. Mereka diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi. Negara Tak Boleh Kalah
Ditetapkannya mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebagai tersangka oleh KPK disambut positif oleh sejumlah anggota DPR. Wakil Ketua DPR Pramono Anung menilai penetapan tersangka anggota Komisi VII DPR itu sebagai langkah maju KPK dalam menangani kasus yang melibatkan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram tersebut. "KPK punya wewenang melakukan apa saja, termasuk menetapkan tersangka terhadap kader Partai Demokrat itu," ujar Pramono. Meskipun demikian, ia berharap KPK bertindak secara profesional dalam menangani masalah itu, sehingga lembaga tersebut tidak terjebak dalam permainan politik yang mewarnai kasus suap selama ini. "Yang jelas, ini sepenuhnya persoalan KPK, sehingga sepenuhnya diserahkan kepada penegak hukum agar tetap di wilayah hukum dan bukan wilayah politik. Nah, terkait sanksi di DPR, tentu kami menunggu kepastian hukum yang tetap. Saya tidak berani berspekulasi mengenai sanksi pemecatan Nazaruddin di DPR. Sebab, dalam tatib DPR, seseorang dicabut haknya setelah ada ketetapan hukumnya," ujarnya. Ketua Divisi Komunikasi dan Informasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Ruhut Sitompul menyatakan bahwa pihaknya menghormati keputusan KPK. Namun, ia mempertanyakan KPK yang begitu cepat menetapkan status tersangka terhadap Nazaruddin. "Apa pun yang dilakukan KPK, kami menghormati. Tetapi, sebenarnya agak mengherankan karena penetapan tersangka begitu cepat. KPK kan belum sekali pun memeriksa Nazaruddin, tapi kok sudah menaikkan status menjadi tersangka," ujar Ruhut. Walau demikian, ia menyerahkan persoalan tersebut sepenuhnya kepada pengacaranya. Partai Demokrat, kata dia, tidak ingin melakukan intervensi dalam penuntasan kasus ini. "Sudahlah, tanya pengacaranya saja," ujar Ruhut. Anggota Komisi I DPR Hidayat Nur Wahid berpendapat, KPK tidak perlu terpengaruh pernyataan pengacara Nazaruddin terkait upaya memulangkannya ke Indonesia. Sebab, katanya, ada kepentingan yang lebih besar, yakni penegakan hukum. Sebelumnya, pengacara Nazaruddin, OC Kaligis, menyatakan, jika KPK hendak memulangkan Nazaruddin yang kini berada di Singapura, maka bisa ditangkap oleh polisi setempat karena tidak adanya perjanjian ekstradisi. Menurut Hidayat, pernyataan tersebut harus dipahami dalam konteks yang bersangkutan sebagai pengacara yang membela kliennya itu. "Negara tidak boleh kalah dengan hal tersebut karena ada kepentingan yang lebih besar, yaitu penegakan hukum," ujar dia. Dukungan yang sama juga disampaikan Ketua Divisi Hukum Partai Demokrat Denny Kailimang. Menurut dia, penetapan tersangka terhadap Nazaruddin merupakan kewenangan penuh KPK, sehingga Partai Demokrat tidak mungkin melakukan intervensi kepada lembaga tersebut. Karena sudah ditetapkan sebagai tersangka, Denny berharap Nazaruddin segera kembali ke Indonesia dan memberikan pembelaan ataupun klarifikasi di depan hukum dalam kasus tersebut. Pada kesempatan terpisah, Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Sutan Bathoegana menyatakan kesiapannya untuk memberikan informasi seputar keberadaan Nazaruddin di Singapura. Nazaruddin hingga kini dikabarkan berada di Singapura untuk kepentingan berobat. Sebelum menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka, KPK telah melayangkan surat panggilan kepada Nazaruddin tiga kali dalam kapasitas sebagai saksi dengan dua kasus yang berbeda. Surat panggilan pertama dilayangkan KPK ketika Nazaruddin sudah pergi ke Singapura pada 6 Juni 2011, tepatnya pada hari pengumuman pencopotannya sebagai bendahara umum partai binaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Suami Neneng Sri Wahyuni, yang juga diduga tersangkut kasus korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) oleh Kemennakertrans, selalu membantah dari persembunyiannya jika dia terlibat dalam kasus suap Seskemenpora. Bahkan, Nazaruddin menyebut tiga nama sebagai pemain utama dalam kasus tersebut. Dua di antara tiga nama itu adalah rekannya di internal Partai Demokrat, Angelina Sondakh, yang menjabat Tim Banggar Komisi X DPR dari F-PD. Sedangkan Mirwan Amir, tak lain adalah Wakil Ketua Banggar DPR dari F-PD. Sementara satu orang lagi, Wayan, anggota Komisi X DPR dari F-PDIP. (Sugandi/Nefan Kristiono) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar