JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah meresmikan operasional Pusat Pelayanan Pengaduan Tenaga Kerja Indonesia (P3TKI) atau biasa disebut crisis center. Dengan pengoperasian P3TKI yang dikelola Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) ini, pemerintah diharapkan bisa menerima dan memproses pengaduan masyarakat tentang kasus/masalah yang dihadapi TKI secara lebih cepat. Operasional crisis center ini melibatkan berbagai pihak terkait, seperti pemerintah daerah, perwakilan RI di luar negeri, kepolisian, serta perusahaan jasa TKI (PJTKI). P3TKI ini dilengkapi call center Halo TKI bebas pulsa dengan nomor 0800-1000 yang dapat diakses melalui telepon rumah maupun ponsel. Menurut Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat, peresmian P3TKI bukan reaksi atas kasus hukuman pancung terhadap TKI Ruyati binti Satubi di Arab Saudi. Crisis center BNP2TKI didirikan untuk menerima pengaduan TKI maupun keluarga TKI yang mengalami masalah di luar negeri. Selama ini proses pengaduan terhadap masalah yang dihadapi TKI tergolong lamban, mulai dari laporan di tingkat desa, polsek, kecamatan, kabupaten/kota, hingga ke Jakarta. "Crisis center sudah lama dipersiapkan," kata Jumhur di Jakarta, Senin (27/6). Crisis center yang diresmikan Mennakertrans Muhaimin Iskandar ini berlokasi di Kantor BNP2TKI, Jalan MT Haryono Kav 52, Jakarta Selatan. Menurut Jumhur, P3TKI bekerja selama 24 jam untuk meningkatkan peran perlindungan dan membantu penyelesaian masalah TKI, sejak di Tanah Air maupun setelah di luar negeri. "Saat ini baru 16 operator yang bekerja secara online. Namun saya yakin, ke depan pengaduan masyarakat makin banyak, sehingga kita akan menambah tenaga operator," kata Jumhur. Selain melalui Halo TKI dengan nomor 0800 1000, crisis center BNP2TKI juga melayani pengaduan melalui SMS (layanan pesan singkat) di nomor 7266 tanpa dikenai biaya. Pusat Pelayanan Pengaduan BNP2TKI juga menerima pengaduan langsung (tatap muka), melalui faksimile di (021) 7981205, surat-menyurat ke alamat call center BNP2TKI, serta surat elektronik ke halotki@bnp2tki.go.id. Pengaduan telepon dari luar negeri dapat menggunakan nomor telepon +6221-29244800, namun tidak bebas pulsa. Begitu juga untuk pengaduan via SMS ke nomor 7266 dari luar negeri. Setiap masalah/kasus akan ditindaklanjuti dengan proses pendataan online (berjaringan komputer dengan fasilitas internet). Selain itu ada klarifikasi, validasi dokumen yang diperlukan, serta jawaban terkait perkembangan penanganan masalah kepada pelapor, baik dengan cara langsung maupun dalam bentuk penjelasan lewat surat elektronik. Sementara itu, Mennakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan, semua pihak diharapkan tidak memaksakan diri bekerja di Arab Saudi selama pemerintah memberlakukan moratorium (kebijakan penghentian sementara penempatan TKI) mulai 1 Agustus 2011. "Jangan nekat berangkat (untuk bekerja) melalui jalur-jalur lain, seperti ibadah umrah atau wisata ke Arab Saudi," katanya. Muhaimin meminta masyarakat dan pihak-pihak terkait mendukung keputusan pemerintah menghentikan penempatan TKI di sektor rumah tangga ke Arab Saudi. Dia menekankan, itu bukan keputusan pemerintah dan DPR semata, melainkan juga keputusan politik seluruh bangsa Indonesia. "Saya menyambut baik kerja keras yang dilakukan BNP2TKI dan pihak-pihak terkait lainnya dengan pembentukan crisis center. Khususnya untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi pada TKI di luar negeri. Ini merupakan upaya pemerintah untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan pelayanan bagi TKI," tuturnya. Muhaimin juga menekankan agar setiap pemerintah daerah bisa membekali para calon TKI dengan pelatihan dan sertifikasi jelas sebelum dikirim ke luar negeri. "Ke depan, tidak ada lagi TKI yang lolos ke luar negeri tanpa sertifikasi dan pelatihan yang memadai," ujarnya. Di tempat terpisah, anggota Komisi IX DPR Rieke Dyah Pitaloka mengatakan, kegagalan memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri tidak bisa hanya dibebankan kepada Mennakertrans, Menlu, maupun Kepala BNP2TKI. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga harus bertanggung jawab sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. "Persoalan utama penanganan TKI bukan kepada pembantu-pembantunya (para menteri). Kalau detik ini Presiden bilang copot pembantunya, copot. Namun ada persoalan psikologis atau lainnya pada SBY, sehingga terkesan ragu-ragu. Jadi, persoalan ada pada diri Presiden sendiri," katanya. Menurut Rieke, Presiden SBY telah melakukan kesalahan dalam mengelola pemerintahan. Kegagalan bukan hanya memberi perlindungan TKI di luar negeri, melainkan juga dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, demokrasi, hukum, dan sosial budaya.Selama ini, SBY bersama jajarannya di pemerintahan hanya melakukan politik pencitraan. Pemerintah lantas asal bersuara melalui politik melankolis. Gaya ini selanjutnya diikuti oleh para bawahannya di kabinet. Akibatnya, pemerintahan ini tak berwibawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar